Friday, September 15, 2006

Never ever give in



Never give in, never give in, never, never, never, never-in nothing, great or small, large or petty.

-Winston Churchil-

Thursday, September 14, 2006

2 pcs APA + 1 SIAPA



*Aku dan beberapa teman kampusku sedang berbagi tentang kehidupan setelah kami menjadi alumni*

bla bla bla ....

Hidup Anda dalam 2-5 tahun ke depan ditentukan oleh apa yang Anda baca, apa yang Anda dengarkan, dan dengan siapa Anda bergaul!

bla ... bla ... bla .....


So, apakah jawabmu untuk 2 apa dan 1 siapa di atas?

Tuesday, September 12, 2006

Keping-keping hati



Kesatria, aku tau bahwa kau hidup. Kau nyata. Dan kau ada. Sekalipun bayang- bayangmu belum pernah menerpa hidupku. Tapi aku percaya bahwa kau ada.
Karena Tuan kita yang menjanjikannya. Tuanku, dan Tuanmu. Kita hidup dan kita punya Tuan yang sama. Selama Dia tetap menjadi Tuanmu, dan Dia tetap adalah Tuanku, aku yakin aku akan bertemu denganmu, Kesatria.


Hal pertama yang harus kukatakan kepadamu adalah permohonan maafku. Dahulu Tuan kita menitipkan suatu harta yang sangat mahal. Harta yang tak ternilai. Ia titipkan padaku. Ia berkata bahwa harta itu milik-Nya dan suatu hari nanti setelah kau menunaikan tugasmu dengan baik, setelah kau memenangkan peperanganmu, setelah kau membuktikan bahwa dirimu setia dalam segala perkara dengan Tuan kita, harta itu akan diwariskan menjadi milikmu. Ia titipkan harta itu padaku. Tapi dahulu aku memandang rendah harta itu. Aku tau harta itu milik Tuan, dan itu akan diwariskan kepadamu, tapi aku bersikap seolah-olah itu milikku.


Aku tidak hanya tidak menjaganya dengan baik (harta itu berkarat dan penuh kotoran) tapi aku betul-betul memandang rendah itu sampai aku menjajakannya di pinggir-pinggir jalan. Aku memberikan itu pada setiap orang yang aku suka. Aku bahkan melemparkan harta itu kepada babi-babi dan anjing yang menginjak-injaknya, meludahi harta itu. Aku menyia-nyiakan harta Tuan kita.


Sampai suatu hari, Tuan kita menegurku "Dimana harta-Ku yang kutitipkan kepadamu?"


Dan aku memberikan padaNya seonggok sampah. Harta itu sudah menjadi tumpukan sampah yang berbau busuk. Tuan kita sampai harus menutup hidungnya karena sampah itu begitu bau ... Ia menegurku, "Tidakkah kau tau, harta itu bukan milikmu? Harta itu milik-Ku dan suatu hari nanti akan Kuberikan pada Ksatria. Kenapa kau tidak menjaganya baik-baik? Apa yang kelak akan kau katakan ketika Ksatria datang dan meminta hartanya?"


Aku membela diriku, "Apakah ia memang ada? Sudah begitu lama aku hidup, dan suara jejak kakinyapun tidak sampai ke telingaku. Apakah ia memang ada? Aku pikir dia tidak akan pernah datang, jadi kuhabiskan saja harta itu. Lagipula jika ia datang belum tentu juga ia akan menghargai harta itu.
Lihatlah Tuan, aku sudah membagikannya kepada banyak babi, kepada anjing- anjing dan tidak satupun dari mereka yang menghargainya. Babi-babi itu menginjak-injak harta itu. Anjing-anjing meludahinya. Jadi aku pikir Ksatria juga akan melakukan hal yang sama. Untung apa aku bersusah payah menjaganya?"


Waktu itu Tuan kita memandang aku dengan tajam, "Harta itu milik-Ku dan Aku memberikannya kepada siapa Aku berkenan memberikannya. Harta itu upah yang aku sediakan bagi Ksatria. Anjing-anjing tidak mengerti harganya, babi-babi apalagi ... tapi seorang Ksatria tahu menghargai harta Ilahi.


Seorang Ksatria tidak hanya tau harga dari harta Ilahi, ia juga tahu cara menjaganya. Ketika ia kembali dan meminta harta Ilahi itu, apa yang akan kau katakan kepadanya?"

Kesatria, aku bersalah kepadamu, sungguh, aku berdosa kepada Tuan kita, dan aku bersalah kepadamu. Karena aku tidak menjaga apa yang kelak menjadi milikmu. Aku mengira kau tidak akan pernah datang ... aku menganggap kau sama dengan babi-babi dan anjing-anjing itu ... aku tidak menghargaimu sama sekali. Bahkan dahulu aku berpendapat aku akan memberikan sampah itu kepadamu, kau yang harus bersihkan itu sendiri ... bukan aku. Aku tidak mau bertanggung jawab.


Tuan kita bermurah hati, kepadaku, ketika aku mengakui kesalahanku dan aku menyerahkan sampah itu kedalam tangan-Nya, Ia membersihkannya. Kotoran- kotoran itu dibersihkan. Bau itu perlahan-lahan hilang. Harta itu dicuci dengan darah-Nya. Tapi Ia berkata padaku, "Aku bisa membersihkan kotoran- kotoran yang ada, tapi semua keping yang telah kau berikan kepada orang lain, tidak bisa dikembalikan". Ya, harta itu perlahan-lahan menjadi bersih, tapi tidak lagi lengkap. Kembali menjadi suci tapi tidak lagi sempurna ... seperti keadaan semula. Harta itu tidak seutuh dulu ketika Tuan kita menitipkannya kepadaku..

Maafkan aku, Ksatria.


Bertahun-tahun aku membagikan hatiku untuk semua pria yang aku sukai. Dan mereka tidak pernah menghargai itu. Mereka menginjak-injaknya. Mereka tidak menghargai itu, karena memang hatiku bukan bagian mereka. Hatiku itu upah yang Tuan kita sediakan khusus untukmu. Itu upahmu. Itu bagianmu.
Karena kesalahanku, aku tidak menjaga hatiku baik-baik. Banyak kepahitan yang ada di dalamnya, banyak luka, hatiku busuk dan berbau. Dulu aku tidak peduli, bahkan dulu aku bertekad membawa masuk hatiku yang busuk ke dalam hubungan kita kelak ... karena aku begitu memandang rendah kau, Ksatria.
Tapi itu dahulu. Ketika aku bertobat, Tuan kita mengubahnya, tapi keping- keping yang sudah kujajakan dengan percuma, keping-keping yang hilang di mulut babi-babi, keping-keping yang hancur di bawah kaki para anjing, tidak bisa kembali. Keping-keping itu hilang ... dan aku sungguh-sungguh menyesal.


Sekarang, aku menyerahkan keping-keping yang tersisa kepada Tuan kita. Aku memeteraikan itu di bawah nama-Nya. Aku berjanji tidak akan memberikan keping-keping itu lagi kepada siapapun. Aku belajar untuk menjaga hatiku, karena aku sadar hatiku bukan milikku, itu milik Tuan kita dan suatu saat nanti, itu akan menjadi milikmu.


Ksatria, dimanapun kau berada, tetaplah berperang dengan setia. Majulah berperang dan bawalah pulang kemenangan untuk Tuan kita. Lakukan tugasmu dengan sebaik-baiknya, tidak perlu terburu-buru. Jangan khawatir, hartamu ada di tempat yang aman. Itu tidak akan berpindah ke tangan orang lain.
Aku berjanji akan menjaga hartamu selama kau berperang. Tidak lagi ada babi dan anjing yang mengotori hartamu. Bertempurlah dengan setia, dan kelak Tuan kita yang melihat semua kesetiaanmu, semua jerih lelahmu, dan akan memandang kau layak untuk menerima kehormatan yang lebih besar. Ia akan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepadamu, memiliki dan merawat harta milik-Nya, hatiku.



[Dikutip dari: The Puzzle of Jomblo Life , page 124]


Wednesday, September 06, 2006

Missed Call



...

Lihat semangatku ga? Tanyanya padaku.
Duh...dimana ya? Tadi masih kupegang kok...aku taruh disini..katanya sambil memposisikan tangannya tepat disebelah mouse-nya di atas meja kerjanya.

Coba cari lagi! Ingat-ingat lagi tadi ngapain aja kok bisa hilang? Usulku sekedarnya.

Tetep gak nemu...ujarnya lemah.

Missed call ajah! saranku lagi...

Hahahaha, kami berdua tertawa lepas....
Emangnya hape? hehehehe
Yah, bagus juga seh, semangat dianggap kaya hape
ajah...
Jadi klo pas merasa semangatmu tahu-tahu hilang, tinggal di-missed call ajah ..... :)
Tapi ada syaratnya, jangan di-silent yagh...hihihi

Kalo lowbatt...??
Yah di-charge lah! *pls deh jangan segitunya donk
! :p*



-40menitsebelumrondekerjahariiniberakhir-

Reschedule ur success

"Kegagalan adalah sukses yang di-reschedule"

Lho kok? :-?

Iya, tentuin aja mo di-reschedule sampe kapan suksesnya? :p
Depend on u and me :)

*hehehehe*



-siangjelangsore di tempat adonanku-

Friday, September 01, 2006

Dua Dunia - bagian 1



Hoaeemmmmmmm...
Oh, sudah pagi rupanya.
Time to bath.Segernya.....Pake baju apa ya hari ini?

Hm atasan merah dengan bawahan krem bagus juga pikirku.

Dandan!
Bedak dengan warna sedikit lebih gelap dari warna kulitku.Bubuhkan sedikit eye shadow, nuansa pink soft pas buat kostum merahku.
Maskara mana? Ok...bulu mata sudah lebih lentik sekarang.Tambahkan sedikit higlight di ujung alis, Cakep!.
Lipstik warna bibir ajah, biar natural.Rapikan rambut, kugulung ke arah dalam.Apalagi ya? Oh ya parfum. Sret ...sret.... sret... Beres.
Kupakai anting, jam tangan.Waks! udah jam segini..., time to go.

Kusambar tas kerjaku, kukunci kamar dan bergegas berangkat kerja.
...

Aku berdiri menanti jemputan. Nah itu dia, Kopaja..Akh, tak ada tempat duduk.Terpaksa berdiri..tapi lumayanlah, walo berdiri tapi tak sesesak biasanya.
Terkondisikan berdiri, aku lebih leluasa memandangi sekitarku, kegiatan orang-orang di jalanan..

Bis berjalan perlahan, bahkan macet memaksanya untuk sesekali berhenti.

Pandanganku kubuang ke arah sisi jalan sebelah kiri.Drama-drama kehidupan sisi ini biasanya lebih variatif dibandingkan sisi kanan, di kanan kau hanya akan disuguhi parade antrian kendaraan dalam berbagai warna dan tipe.Tak ada channel lain yang bisa kau pilih.

Sepanjang beberapa kilometer pertama ini, beberapa drama yg ditampilkan sudah sering kutonton. Orang-orang yg menunggu bis, beberapa yang lain sedang nongkrong menyantap sarapan paginya, menu STD : mie ayam, lontong sayur..buryam. Mbok jamu dengan jamu gendongnya, berjalan menjajakan jamunya. Haircode STD mbok jamu, seperti biasa rambut yang digulung-gulung membentuk konde.
Ayo dong, batinku dalam hati, sajikan tontonan lain yang lebih ok..

Kemudian layar luar kopajaku berubah menjadi segerombolan tukang ojek yang bertengger di motornya masing-masing, ada yg melamun, ada yg ngobrol, ada yang segera meluncur membawa penumpang.
Arrgghh...inipun biasa.Gak ada yg menarik. Seandainya aku tak berdiri, sudah ku-set-up sleep mode10'.

Bis berhenti, macet. Layar kopajaku cukup lebar, seperti layar panggung boneka.
Dari ujung kiri layar muncul seorang bapak tua, ia menjunjung sesuatu dikepalanya..entah apa, yang pasti bawaan itu besar, dibungkus dalam karung plastik, dan kalau kukira-kira, tidak ringan tapi juga tidak terlalu berat.Dia berjalan dan ooopppss.......... langkahnya tertahan, dia hampir terjungkal.Rupanya bagian atas karung itu menabrak dahan pohon di depannya.Dia mungkin sedang melamun atau memang tak dapat melihat rintangan-rintangan yang mungkin ada di depannya...
Aku tertegun. Sudah setua itu masih kah harus kerja berjuang seberat itu? batinku.


Tak adakah anaknya?
Haruskah dia melakukan itu?
Tak adakah pilihan lain?

Bis berjalan lagi..drama bapak tua dan karungnya tertinggal disana..layar kembali memberikan drama-drama lainnya, pikiranku masih merekam adegan tadi setidaknya untuk sekian detik berikutnya..

Bis berhenti lagi. Seorang ibu naik, dan mengambil posisi *lebih tepatnya,terposisikan* tepat di sebelahku.tangan kami sama-sama memegang sandaran kursi di kopaja *jurus untuk bertahan dari goncangan-goncangan kopaja*.
Kucoba menebak umurnya, tapi aku tak berani.sering kali aku salahkalau menebak umur.Pernah satu kali aku coba menebak umur seorang ibu yang melayaniku disalon.aku memang suka membuka obrolan, jangan kau tanya kenapa, aku pun tak tahu.Awalnya kami ngobrol kesana kemari, ke kiri ke kanan..sampai dari bibirkukeluar tebakan tadi, kuberanikan untuk menebak umurnya. Dan tebak, sampai akhir layanan, si ibu diam saja.
Maaf....:D

Tapi aku tak jera, biarlah pikirku, kutebak dalam hati, salahpun takkan menyakiti hatinya... dari keriput tangannya aku taksir usianya around 50.
Aku mulai melupakan bapak tua dan karungnya.Kali ini aku tak hanya menonton, tapi turut pula dalam drama. Tatapan si ibu menyapu seluruh kopajaku, aku melihat tulisan ini di wajahnya:
"Search for a seat" dan tombol "Search Now" sudah di-klik.Proses selesai dan si ibu mendapatkan jawaban " Search complete. There are no results to display".

Si ibu tanpa dikomando mengarahkan pandangannya ke layar luar kopaja sisi kiri. Rupayanya dia tak suka menonton. Dia mulai merogoh-rogoh tas sandangnya. Mengeluarkan fotocopian yg dijilid menyerupai buku.Pasti kepanasan dan ingin berkipas tebakku. Aku pun merasakan panas itu, sejak tadi aku sudah menjepit rambutku. Rambut yang pagi tadi kutata rapi :(

Hah? drama apa ini?
Si ibu mulai membalikkan halaman copian itu, dan membacanya. Tangan kirinya memegang pegangan kursi, tangan kanan memegang buku. Lengannya mengapit tas, matanya membaca dan pikirannya mencoba memahami apa yg dibaca.
Multitasking yg aneh..

Sekilas aku perhatikan *tepatnya brusaha aku intip, karena aku penasaran buku apa yang dibela-belain si ibu baca dalam kondisi berdiri?*
Buku itu persis buku-buku bahan penataran P4.Mungkin ibu ini harus ujian dan belum sempat mempelajari seluruh bahan.
Pikiranku mulai mengarang kemungkinan-kemungkinan yang kebenarannya tak kan pernah ku tahu. Yang pasti dia melakukan itu bukan karena hobby tentunya..tapi karna keharusanyang harus ia jalani. Untuk sesuatu yang berhubungan dengan "pembuktian", entah itu untuk mempertahankan kondisi saat ini, atau untuk sebuah promosi.
Sesuatu yang harus ia lakukan sebagai tanggung jawab pekerjaan.

Untuk kedua kalinya aku trenyuh..
Haruskah ?

Mungkin aku masih bisa terima jika si ibu melakukan baca itu di sebuah mobil pribadi yang ber-ac dan dalam keadaan duduk tentunya. Dalam hati aku berjanji, jika aku mempunyai kesempatan pertama mendapatkan tempat duduk, akan kuberikan ke si ibu, supaya si ibu bisa lebih nyaman melanjutkan bacaannya.Rupanya si ibu cukup beruntung.... Thanks God, penumpang di sebelahku turun, aku tepuk pelan pundak si ibu dan mempersilahkannya duduk.Si ibu tersenyum dan duduk, melanjutkan bacaannya.

Singkat cerita, aku turun..tiba di kantor..beraktivitas seperti biasa.

Jam istirahat, aku janji ketemu dengan adikku. Dia menjemputku dengan motornya dan kamipun meluncur. Ngobrol-ngobrol seadanya di motor, jika jalanan lancar otomatis aku harus diam karna motor melacu kencang.
"Belok kiri..lurus..di depan ambil jalur lambat" kataku..

Hampir tiba di tujuan, jalanan macet, motor berjalan pelan lagi.
Bahkan di motorpun aku lebih suka menyaksikan drama-drama di layar kiri.
Aku cukup menikmati, pasalnya aku jarang melewati jalanan ini..jadi masih menjadi sesuatu yang baru buatku. Daerah ini cukup ramai, banyak pedagang-pedagang nongkrong di pinggir jalan, pedagang minuman botol, tukang buah, tukang tambal ban, banyak usaha-usaha umahan...rame!!.

Seorang Bapak berjalan di trotoar, kurus, kulitnya hitam. Tangan kanannya menenteng sebuah timbangan badan. Dia menyandang sebuah tas kecil yang lusuh berwarna gelap.
Pikirku, ooh...tukang sewa timbangan badan.

Sudah berapa kilometer si Bapak ini berjalan?
Berapa ribu rupiah yg didapatnya?


Ingatanku kembali mengingat sajian-sajian drama hari ini.
Pagi hingga siang hari ini.
Hidup ini berat ya.... aku ku.



bersambung...



-fridaynight di karavan ber-ac-

Rekaan vs kesimpulan

Mereka-reka apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita
itu wajar...
Tetapi, membuat kesimpulan tentang orang lain harus hati-hati...

karna bisa aja kita salah.

:)



-dedicatetosomeone-